Minggu, 19 Januari 2014
Kamis, 02 Januari 2014
Bandara
entahlah bagaimana ini dimulai, bagaimanapula akan berakhir
entah berpa juta orang telah menitikkan air mata di sini, bandara. saat tangan yang saling mengenggam, berpisah dan mencipta jarak hingga ribuan kilometer.
perpisahan tidak selalu bicara soal kehilangan. ada yang berpisah untuk saling merindukan, ada yang berpisah untuk saling melupakan.
bagaimanapun perpisahan itu maka kuncinya adalah saling mengikhlaskan. bukankah setiap pertemuan adalah awal bagi perpisahan. cepat atau lambat akan terjadi, maka menerima kenyataan adalah lebih mulia daripada merutuki.
Senja turun, malam menyergap.kulangkahkan kaki pulang,aku tahu sekarang, bahwa perpisahan itu ada, agar kita menghargai betapa indahnya kebersamaan. agar kita tak saling menyiakan kesempatan. agar kita tak menjadi orang yang kufur akan perasaan.
entah bagaimana ini dimulai, bagaimanapula akan berakhir.
di senyummu yang sederhana aku ingin singgah, sekali lagi, sekali lagi.
Turun Tangan, Jangan Lipat Tangan
Selamat datang 2014, selamat datang tahun yang pernuh kompetisi.
Yaps!
2014 bakal jadi tahun yang penuh dengan kompetisi. Di dalam negeri kita
bakal menyaksikan kompetisi antar orang-orang besar yang bakal adu visi
demi meraih posisi tertingi di negeri ini, Sang Presiden. Di Brazil
sana akan ada kompetisi yang luar biasa, akan menyedot seluruh perhatian
dunia, Piala Dunia.
Gue gak akan bicara soal piala
dunia, karena gue bodoh banget soal bola. Gue tipikal orang yang gak
menggemari bola, sekalinya nonton bola palingan pas Tim Nasional
Indonesia main.
Akhir-akhir ini di twitter gue sering
ngetweet tentang bangsa, tentang pergerakan, tentang Turun Tangan. Apa
itu turun tangan? gue bakal jelasin di postingan gue kali ini.
Turun
Tangan adalah sebuah gerakan, gerakan untuk Indonesia yang lebih baik.
Bersama turun tangan gue turut mendukung Anies Baswedan dalam konvensi
partai demokrat.
Turun tangan adalah gerakan, diisi
oleh kaum relawan. Relawan tidak di bayar, bukan karena tak dihargai
tapi karena harga diri relawan terlalu mahal untuk sekedar ditukar
lembar-lembar rupiah. Beberapa orang sempet nanya ke gue. "lo buzzernya
Anies Baswedan ya?" "Dibayar berapa lo ama anies?". Sekali lagi gue
bilang, gue gak dibayar. Walaupun akhir-akhir ini di linimasa seringkali
kita ngeliat beberapa "aktivis twitter" nge-buzzer-in salah satu capres
yang juga peserta konvensi, kami yang ada di turuntangan jelas berbeda.
Kenapa Anies Baswedan?
Langganan:
Postingan (Atom)