Kamis, 24 April 2014

MALA


Aku mendengus kesal. Nafasku tak lagi teratur. Sudah lebih dari satu jam aku mengitari Jalan Malioboro yang ramai.

Kemana dia menghilang?

Tadi seusai shalat maghrib aku melihatnya di pelataran masjid. Kutinggalkan mengambil ransel ia hilang begitu saja. Kupikir ia tak pergi jauh, pasti masih di sekitar Malioboro. Ternyata aku salah.

Sudah lebih dari setahun aku tak berjumpa dengannya. Terakhir aku mendengar ia melanjutkan Kuliah di Jakarta. Mala namanya, kami putus di akhir bulan Desember tahun lalu. Melihatnya hari ini membuat rasa yang mati-matian kubunuh kembali hidup. Mungkin masih ada kesempatan, mungkin belum terlambat. Toh, alasan kami putus menurutku tak masuk akal. Ia takut akan jarak.

Aku mengejar masa laluku, tapi ternyata aku tak mampu

Hampir  seminggu aku tinggal di Kota ini, Jogjakarta. Menghabiskan hari-hari di berbagai tempat wisata yang sudah lama kuimpi-impikan. Besok harusnya aku sudah berangkat ke Solo, menemui sepupuku yang tinggal di sana. Tapi melihat Mala malam ini membuat aku ragu. Mungkin ada kebetulan lain yang akan mempertemukan aku dengannya bila aku tetap di sini.

Kadang harapan tak selalu sama dengan kenyataan.

Aku berjalan lambat-lambat, meninggalkan keriuhan Malioboro yang tak pernah lekang.
Mataku kembali tertuju pada satu sosok. Wajah yang sangat tidak asing. Kerlap-kerlip lampu jalanan memantul di wajah ayunya. Tidak jauh dariku, Mala menggandeng seorang pria. Seseorang yang sangat kukenal, Aryo, Sahabatku sejak SMA dulu. Kulangkahkan kakiku menjauh, menuju Stasiun Tugu. Malam ini juga, kuucapkan selamat tinggal pada Jogja, pada keping masa lalu yang tertinggal di sana.

Mampuslah aku dengan segala rinduku sendiri.