Selasa, 28 Juni 2016

Berkaca Pada Sapta

Udah lama gak nulis di blog, sekali nulis ikut Blog Tour Perfect Ten-nya Mas Dannie Faizal. Iya, itu saya.

Kalau kalian ngikutin promo Blog Tour Perfect Ten ini dari awal kalian mungkin sempat liat kalau di tanggal 28 itu harusnya giliran Fazameonk, komikus Si Juki yang terkenal itu. Eh tiba-tiba muncul nama saya yang menggantikannya.  Maklumlah, Faza sekarang sibuk. Dia sedang gigih memperjuangkan Si Juki agar bisa terbit juga di planet nibiru.

Saya menerima paket buku Perfect Ten sejak beberapa hari yang lalu. Sejujurnya beberapa bulan terakir saya tidak membaca novel. Ini novel pertama yang saya baca setelah sekian lama. Saya baru membaca bab pertama hingga tadi malam akun twitter bukune mengingatkan kalau saya harus menulis tentang buku ini hari ini. Gawatnya hari ini adalah tanggal mudik saya,  apa yanghendak saya tulis kalau baru membaca bab pertama.

Pagi-pagi sekali saya cabut ke bandara, jadwal terbang saya baru jam 11 tapi jam 9 saya sudah duduk manis menunggu keberangkatan. Selain takut macet dan menyebabkan tiiket yang harnya sudah berlipat-lipat itu hangus saya juga merasa tak ada yang perlu saya kerjakan lagi di kosan. Lebih baik saya berangkat awal dan membaca Perfect Ten di sana.

Membaca Perfect Ten di Bandara


Selain alasan kesibukan akhir-akhir ini saya memang kurang tertarik membaca novel. Saya tidak yakin mampu menyelesaikan satu buku dalam satu hari seperti kebiasaan saya beberapa tahun yang lalu.  Untungnya Perfect Ten sangat relate dengan keseharian saya, saya tenggelam dalam cerita Sapta.

Karakter Sapta yang sering menunda dan kurang terencana membuat saya merasa seperti bercermin. Sebagaimana Sapta dengan impian-impiannya, saya juga punya mimpi yang luar biasa. Sayangnya seringkali saya merasa saya belum cukup bertanggung jawab atas mimpi yang saya tuliskan sendiri. Saya terjebak dengan imajinasi anak kecil tentang keajaiban-keajaiban, tanpa mengukur sejauh mana saya berjalan.
Bacnya masih berlanjut di pesawat

Impian kita harus tinggi, tapi jangan lupa untuk mengukur seberapa tingginya. Hingga kita tahu berapa lama kita harus mendaki, dan di titik mana kita harus berhenti dan beristirahat sejenak.  Katakan kita punya impian untuk jangka waktu 10 tahun, maka kita harus punya target-target kecil di tahun pertama, tahun kedua, dan tahun-tahun selanjutnya. Karena anpa itu, impian hanyalah  impian.


Bila saya diminta memberi nilai dalam rentang 1 sampai 10 untuk buku ini, saya punya  8. Perfect Ten, Sebuah kisah tentang cita-cita da cinta yang dibalut komedi, tidak sempurna memang tapi cukuplah membuat kita punya sudut pandang baru tentang  apa yang kita punya.


Btw ini buku pertama yang saya baca di bandara dan pesawat, karena biasanya saya lebih senang membaca buku di tempat yang tenang. 

0 Komendang: