Senin, 24 Februari 2014
PISAH
"Maafkan aku yang tak bisa menjadi seperti yang kau mau" Ujarmu lembut. Ini musim kemarau yang panjang di kota kita. Kabut asap tebal membuat jarak pandang begitu pendek. Dan ketahuilah, kabut ini tak mampu menyembunyikan air mata yang mengalir di pipimu.
"Kita selalu punya rencana-rencana besar, namun dibalik itu semua kita hanyalah para pemeran yang harus selalu siap menerima skenario Tuhan" Bisikku sambil membelai rambutmu yang terurai. Rambut yang aromanya selalu kuingat bertahun-tahun ini.
"Jangan alihkan pembicaraan. Kau belum memaafkanku?". Ah kau, apakah kau melihat gurat kekecewaan di wajahku?.
"Tak ada yang perlu dimaafkan. Aku tak pernah meminta engkau berubah" Balasku sambil merangkul tubuhmu yang tampak kedinginan. Kau sudah lebih gemuk dibanding pertama kali kita bertemu dulu. Tanganku harus mendekap lebih lebar.
"Tapi aku tak bisa membuatmu bahagia". Kau menyandarkan kepalamu di bahuku. Dekapanku semakin erat, rasanya tak ingin kulepas. Aku benci perpisahan, namun aku benci pertemuan bila hanya untuk berpisah.
"Darimana kamu tahu aku tak bahagia? urusan hatiku mana kamu tahu walau kita bersama bertahun-tahun". Aku tak sanggup memandang matamu, aku tak mau membuat perpisahan ini semakin sulit.
"Bukankah selama ini kita terus melalui masa-masa sulit. Lebih banyak menangis bersama daripada tersenyum bersama". Kabut kian pekat dan aku tahu air mata semakin deras mengalir dari matamu.
"Itu yang membuatku bahagia. Kita melalui semua ini bersama. Menguatkan di kala rapuh, menegakkan di kala runtuh". Aku mengusap air matamu, tiba-tiba saja aku ingin melihat senyummu untuk terakkhir kali.
"Aku beruntung pernah mengenalmu", Kamu juga menggenggam tanganku yang masih di pipimu. Memamerkan deretan gigi putih yang senantiasa mempercantik senyummu. Ah! aku akan rindu senyum itu.
Malam kian dingin, rembulan bersinar redup di balik kabut. Kau meninggalkanku sendiri. Aku berjanji, besok di pelaminanmu, akan kukirim suamimu ke neraka.
baca cerita pendek dan puisi lain di sini
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 Komendang:
Huaaazzzzzz... ikut terbawa rasa....
So sad... inilah alasan mengapa aku lebih sering pergi daripada aku yang harus ditinggalkan, menanti, yang kemudian pada akhirnya penantian itu sia - sia >_<
Posting Komentar