Hujan mulai kembali turun di Pontianak, kotaku yang panas. Udara dingin bertiup pelan melalui celah-celah jendela yang belum tertutup rapat. Ada kenangan yang tiba-tiba bergolak, ada harapan yang juga menggelegak.
Aku membuka halaman-halaman sketchbook-ku yang mulai habis. Memandangi satu persatu gambar-gambar yang pernah kubuat. Ada banyak cerita yang kurekam dalam coretan gambar-gambar yang mungkin hanya aku yang mengerti.
"Kamu suka menggambar?," Tanyamu sambil membetulkan posisi dudukmu. Itu adalah sebuah siang yang panas di Pontianak.
"Iya" Sahutku pelan. Duduk di hadapanmu membuatku sedikit salah tingkah. Sejujurnya aku binngung hendak mengatakan apa.
"Sejak kapan?," Tanyamu lagi. Ini akan menjadi semacam introgasi sepertinya.
"Sejak lama," Sahutku sambil menyedot teh es dari sedotan putih bergaris merah tua.
"Katanya kamu ingin jadi penulis?," Tanyamu lagi.
"Iya" Sahutku lagi. Ah, aku merasa menjadi seorang yang bodoh. Bisa ada di dekatmu adalah keinginanku sejak lama, lalu kenapa saat ini aku hanya bisa mengeluarkan kalimat-kalimat pendek saja?.
"Aku suka gambar-gambarmu" Kamu tersenyum sambil mengaduk batu es yang mulai mencair di gelasmu.
"Aku juga suka gambar-gambarmu" Aku balas memuji. Ini bukan gombal karena aku memang suka gambar-gambarmu. Gambar-gambar yang membuat aku jatuh hati padamu.
Pandanganku beralih sejenak ke arah meja di samping kita. Sepasang muda-mudai yang asik bercanda dengan saling melempar senyum.
Ingatanku kembali ke beberapa bulan sebelumnya saat dimana aku pertama kali melihatmu. Itu adalah saat pertama kali aku menatapmu beberapa detik lalu mengalihkan pandanganku karena malu. Sejak saat itu aku sering mencuri pandang dan memperhatikanmu diam-diam.
"I like drawing..." itu adalah kalimat pembukaku untuk sebuah test akhir pelatihan berbahasa inggris. Sebuah kalimat yang membuat tutorku memanggilmu untuk turut menyaksikan presentasiku. Aku yang semula merasa tenang dan siap dengan materiku tiba-tiba merasa malu. Segala yang telah kusiapkan buyar, kamu serius memperhatikanku. Aku mulai terbata-bata menyampaikan materi presentasi, ah sial jantungku berdegub tak menentu.
"Dia juga suka menggambar sepertimu," Kata tutorku menunjukmu setelah aku menyelesaikan presentasiku. Ia menyuruhmu memberi komentar pada presentasiku.
"Gambarnya bagus," ujarmu. Ah tahukah kamu bahwa seharusnya kamu mengomentari presentasiku, bukan gambarku. Tapi tak apalah, aku senang mendapat pujian darimu.
Itu adalah hari terakhir aku melihatmu. Test itu menandakan bahwa program pelatihan bahasa inggrisku berakhir, aku tak bisa lagi berlama-lama menatapmu dari kejauhan. Ah! aku ingin tidak lulus saja kalau begini.
Berbulan-bulan aku menyimpan perasaan rindu. Rindu yang entah kenapa, tak pernah ada alasan yang aku mengerti. Yang aku tahu, jantungku sering berdegub kencang bila melihatmu.
"Aku suka gambar pertama yang kau kirim padaku," Katamu lagi masih memainkan batu-batu es yang tinggal sedikit. Tehmu pasti mulai tawar,
"Gambar yang mana?," Aku berlagak lupa. Setidaknya kini aku dapat menukar posisiku menjadi seorang penanya.
"Wanita berambut pendek dengan latar belakang bendera amerika," Kamu terkekeh. Iya, sangat lucu bila mengingat gambar itu aku kirim tanpa kau tahu siapa pengirimnya. Aku hanya tersenyum, antara salah tingkah dan malu.
"Aku suka mendengar suara dan musik dari keyboardmu," aku berusaha mengalihkan pembicaraan. Kamu menatapku dengan tatapan menyelidik.
"Iya, aku suka stalking sondcloudmu," Ujarku jujur.
"Wah, ternyata aku punya penggemar rahasia ya," Kamu terkekeh lagi. Aku memang penggemarrahasiamu, seseorang yang ingin slelau tahu tentang kamu tanpa kamu tahu aku memperhatikanmu. Aku suka suaramu, aku menyimpannya dalam music playerku, selalu kuputar menjelang tidur, Kamu pasti tidak tahu.
Siang itu, setelah menghabiskan makan siang kita berpisah. Aku menarik nafas dalam, ada beberapa kalimat yang ingin kusampaikan. Tapi aku rasa waktu itu bukan waktu yang tepat.
Aku menarik sketchbook dari dalam tas, memperhatikan kembali gambar-gambar yang kubuat tentang aku dan kamu. Di sana aku menyimpan banyak kenangan, namun di sana juga kumenggambarmu sebagai sebuah harapan.
Malam ini di halaman yang sama pandanganku terhenti. Harapan itu masih ada namun tidak begitu besar. Diam-diam aku terus memperhatikanmu, diam-diam aku terus mengagumimu. entah sampai kapan. Masih begitu besar rasa takut. Aku dengan kalimat-kalimat pendekku, dan kamu dengan kosa kata berlimpahmu mungkin diciptakan untuk saling bercerita, bukan bersama menjalani cerita.
Hujan mulai reda dan suara jangkrik mulai riuh di luar. Kutaruh Sketchbook-ku di samping tempat tidur. Aku menutup mataku dan membayangkanmu. Semoga kita berjumpa dalam mimpi sekali saja. Aku Rindu.
0 Komendang:
Posting Komentar