DAHLAN
Panas terik, jalanan berdebu. Hanya barisan ilalang yang
tampak di kiri dan kanan jalan. Dahlan menyeka peluh di keningnya. Dirogohnya
tas kain yang terselempang di pundaknya. Senyumnya merekah tatkala jarinya
menggapai botol minuman yang selalu ia bawa. Senyum itu tiba-tiba luntur saat
ia menyadari bahwa botol minumannya telah habis sejak satu jam sebelumnya.
Belum setengah perjalanan, tapi panas membuatnya kehabisan tenaga.
***
Sebuah rumah mungil yang dipisahkan beberapa petak sawah
dari rumah lainnya tampak ramai sore itu. Di bawah pohon mangga di depan rumah,
beberapa pemuda sedang memotong beberapa buah papan untuk membuat sebuah peti.
Di dalam rumah, beberapa orang larut dalam tangis yang beriring lantunan surat
Yasin. Dahlan mematung disisi jasad yang tak lagi bernyawa. Tak kuasa ia
menahan tangis melihat ibunya yang kini terbujur kaku dengan wajah yang
menghitam dan perut yang membuncit. Ibu-ibu yang duduk di dekatnya mulai
menyusun hipotesis bahwa ibunya terkena santet. Bahkan tidak menutup kemungkinan
ibunya di azab Tuhan.
***
Dahlan tak dapat berbuat apa-apa saat melihat harta
satu-satunya harus meninggalkan rumahnya. Sebuah lemari bambu yang di bagian
dalam pintunya tertulis tanggal lahirnya. Itulah akta kelahiran satu-satunya
yang ia punya. Kepergian ibunya membuat keluarganya menjadi lebih menderita.
Bapaknya yang mulai sakit-sakitan tak mampu berkerja keras seperti di waktu
mudanya.
***
Ia duduk di sebuah batu besar di pinggir sungai.
Dicelupkannnya kaki yang selama ini mengantarkannya ke banyak tempat tanpa alas
kaki, sesekali ia ayunkan kakinya menciptakan riak-riak kecil . Riak-riak yang
tak sebanding dengan riak-riak yang telah menimpa hidup dahlan selama ini.
![]() |
Sumber |
DAHLAN FEVER
Sebuah mobil mercy melaju di keheningan pagi yang dingin tanpa
auman sirene. Seorang pria paruh baya tampak sedang menyetir dengan wajah yang
ceria, tak ada tanda sama sekali kalau ia baru saja “mengamuk” di pintu tol
karena beberapa pintu masih belum beroperasi hingga antrian mobil menjadi cukup
panjang. Tak ada tanda bahwa ia adalah seorang menteri yang mengurusi
perusahaan-perusahaan milik Negara. Tak ada tanda pula bahwa ia pernah menjadi
seorang anak miskin yang setiap hari harus pergi ke sekolah berjalan kaki tanpa
alas kaki.
Kisah di atas sama sekali bukan cuplikan dari novel Sepatu
Dahlan yang sedang neghits dan berhasil memukaua saya sebagai pembaca. Memang
ada “inti” yang sama di dalamnya, tapi saya menocba menyajikannya berbeda.
Kalau beberapa tahun lalu Indonesia dihebohkan dengan Bieber
fever, lalu akhir-akhir ini ada Korean fever, sepertinya saat ini saya sedang
mengalami gejala Dahlan Fever. Bagaimana tidak, membaca perjalanan hidupnya
saya bahkan mulai berpikir bahwa ia adalah salah satu sahabat rasul yang
dikirim ke masa kini dengan bantuan mesin waktu. Kisah-kisah Dahlan mengingatkan
saya pada Umar bin abdul Aziz. Seorang yang pernah menjabat sebagai Khalifah
pada Dinasty Bani Abbasiyah, sebuah Dinasty yang pernah menaklukkan timur dan
barat. Pernah suatu ketika istri Umar
bin abdul Aziz menyajikan roti untuk Umar. Mengetahui roti itu dibuat dari
hasil menabung 0,5 dirham dari gajinya yang 2,5 dirham beliau kemudian
memerintahkan kepada bendahara Negara
agar menurunkan gajinya menjadi 2 dirham dan berjanji akan membayar roti
yang ia makan ke Negara dengan usahanya sendiri. Beliau tak ingin makan dari
uang rakyat sedang rakyatnya masih banyak yang kelaparan.
Dahlan Iskan memang
bukan Umar bin Abdul Aziz, perusahaan medianya cukup besar sehingga ia tak
perlu suah untuk hidup. Ia memang tak pernah meminta agar gajinya diturunkan,
karena ia sama sekali tak menerima gaji dari jabatanya. Ia digaji, tapi tidak
mengambilnya lebih tepatnya. Itu yang membuat saya terkagum-kagum padanya.
Sangat sulit untuk menemukan manusia yang mempunya jiwa
seperti Dahlan. Pendidikan keislaman yang dikenyamnay sama sekali bukan faktor
utama pembentuk kepribadiannya, karena tokh banyak pula mereka yang terdidik di
pesantren kemudian tidak tahan oleh godaan materi dunia.
SEPATU DAHLAN
Beberapa hari yang lalu saya sempatkan diri mampir ke
Gramedia Pontianak untuk membeli Novel Sepatu Dahlan. Saat itu saya hanya punya
seratus ribu di dompet, sisa uang untuk bulan Juni. Seyelah berpikir dengan
tidak jernih akhirnya saya tetap memaksakan tetap mebli novel ini tanpa
memikirkan apa yang hendak saya makan untuk beberapa minggu ke depan.
Novel Sepatu Dahlan yang merupakan bagian pertama dari Trilogi Novel
inspirasi Dahlan Iskan ini mengisahkan kehidupan Dahlan Iskan saat remaja. Sedari
kecil kedua orang tuanya selalu menekankan bahwa hidup miskin bukan berarti
harus meminta-minta untuk dikasihani melainkan harus dihadapi dengan bekerjadan
berusaha.
Kehidupan mendidik Dahlan kecil dengan keras. Perih karena rasa lapar
tak jarang harus dialaminya, sampai-sampai ia dan adiknya harus melilitkan
sarung di perutnya untuk menahan perih lambungnya karena lapar. Meskipun
hidup dalam kekurangan keluarganya tetap mengutamakan pendidikan bagi
anak-anaknya. Walau tak memiliki sepatu Dahlan rela berjalan kaki puluhan
kilometer untuk bersekolah tanpa alas kaki. Perih karena lecet pada kakinya
yang tak bersepatu tak membuatnya malas bersekolah. Alih-alih malas ia menyimpan
dua impian besar di masa kecilnya yaitu memiliki sepatu dan sepeda.
Impian itu terus membayangi kehidupan masa kecil hingga remajanya, ia
terus berusaha mengejar impiannya. Walau kehidupannya semakin sulit ditambah
kesedihannya ditinggal oleh orang-orang yang disayanginya mimpinya memiliki
sepatu dan sepeda tak pernah hilang hingga akhirnya ketika Dahlan telah
berhasil meraih mimpinya itu ia sadar bahwa ada mimpi lain yang harus ia raih,
mimpi besar untuk melawan kemiskinan yang mendera keluargaya yang harus
diikhiarkannya dengan bekerja kerjas.
MANAJEMEN DAHLAN
Sebagai seorang pemimpin nampaknya dahlan Iskan tak dapat
lagi diragukan. Keberhasilannya memimpin Jawa Post merupakan salah satu bukti
yang tidak dapat kita pungkiri. Begitupula keberhasilannya dalam memipin PLN
walaupun untuk waktu yang singkat. Kini, dengan jabatannya sebagai menteri
BUMN, kemampuan memanajemen beliau sebagai seorang pemimpin benar-benar
terlihat kualitasnya. Untuk yang rajin membaca Jawa Post ataupun membuka
dahlaniskan.wordpress.com .
Kemampuan beliau dalam memimpin saya kira ada kaitannya
dengan kegiatan ia mengembalakan domba saat masih kecil. Bukankah Nabi Musa
dulu juga pengembala, bukankah Nabi Isa (Yesus) dulunya pengembala, dan
bukankah Nabi Muhammad di masa kecilnya juga pengembala.
Saya pernah punya satu kambing dan untuk mengembalakannya
begitu sulit bagi saya, saya sama sekali tidak membayangkan bila harus
mengembalakannya 20 kambing seperti dahlan kecil, atau bahkan ratusan kambing
seperti Rasul.
Mengembala itu perlu ketelatenan dan kesabaran. Sifat-sifat
inilah yang kemudian bermanfaat saat menjadi pemimpi n.
KESIMPULAN
“ pergilah ke sekolah tanpa sepatu dan jadilah pengembala
domba, maka nanti kalau sudah besar kamu akan menjadi menteri BUMN”.
Abaikan kesimpulan saya barusan, saya akan mengakhiri
posting ini dengan sebuah kalimat dari Dahlan
Iskan yang cukup menggugah.
BILA MISKIN, JADILAH MISKIN YANG BERMANFAAT. BILA KAYA JADILAH KAYA YANG BERMANFAAT
8 Komendang:
Belum pernah tuh baca bukunya. Emang inspiratif yah Pak Dahlan Iskan ini pernah nonton di acara Kick Andy waktu itu :)
Aku juga kagum dengan beliau. Beberapa kali juga cari informasi ttgnya, dan terakhir dia tampil sebagai bintang tamu di Kick Andy. :D
mau promosi buku :D
bukunya Tere Liye- kau, aku, dan sepucuk angpau merah latar belakang ceritanya di pontianak lho bang *FYI*
semoga Dahlan Iskan jadi presiden Indonesia 2012 :D
memang kisah hidup beliau sangat membuat saya bangga akan Indonesia, ternyata masih ada menteri yang "beres"
Pak Dahlan juga telah menyadarkan saya bahwa ternyata penderitaan yang kadang saya rasakan tidak sebanding dengan beliau pada waktu kecil.
tulisan yang bagus! gak bosen juga bacanya:) keep posting yaa!
mungkin Dahlan Iskan adalah pembuka Indonesia ke yang lebih baik :))
semoga ada Dahlan Iskan yang lainnya di bangsa kita ini, dan mengangkat bangsa kita dari keterpurukan yang tak berujung seperti sekarang...
semoga Dahlan Iskan menjadi pemimpin kita kelak atau Dahlan Iskan yang lain.
Nice post. :)
Gogreen! :D
Pak Dahlan emang keren, bisnis surat kabarnya emang berkembang pesat. Bangga juga sih kalo pusatnya ada di Surabaya.
Banyak yang bisa dipetik dan dijadikan contoh hidup dari kisah Pak Dahlan.
Btw, headermu keren banget mon
dan typo-nya harap dikarantina
Posting Komentar