Minggu, 24 Juni 2012

TENTANG DAHLAN ISKAN

DAHLAN

Panas terik, jalanan berdebu. Hanya barisan ilalang yang tampak di kiri dan kanan jalan. Dahlan menyeka peluh di keningnya. Dirogohnya tas kain yang terselempang di pundaknya. Senyumnya merekah tatkala jarinya menggapai botol minuman yang selalu ia bawa. Senyum itu tiba-tiba luntur saat ia menyadari bahwa botol minumannya telah habis sejak satu jam sebelumnya. Belum setengah perjalanan, tapi panas membuatnya kehabisan tenaga.

***

Sebuah rumah mungil yang dipisahkan beberapa petak sawah dari rumah lainnya tampak ramai sore itu. Di bawah pohon mangga di depan rumah, beberapa pemuda sedang memotong beberapa buah papan untuk membuat sebuah peti. Di dalam rumah, beberapa orang larut dalam tangis yang beriring lantunan surat Yasin. Dahlan mematung disisi jasad yang tak lagi bernyawa. Tak kuasa ia menahan tangis melihat ibunya yang kini terbujur kaku dengan wajah yang menghitam dan perut yang membuncit. Ibu-ibu yang duduk di dekatnya mulai menyusun hipotesis bahwa ibunya terkena santet. Bahkan tidak menutup kemungkinan ibunya di azab Tuhan.

***

Dahlan tak dapat berbuat apa-apa saat melihat harta satu-satunya harus meninggalkan rumahnya. Sebuah lemari bambu yang di bagian dalam pintunya tertulis tanggal lahirnya. Itulah akta kelahiran satu-satunya yang ia punya. Kepergian ibunya membuat keluarganya menjadi lebih menderita. Bapaknya yang mulai sakit-sakitan tak mampu berkerja keras seperti di waktu mudanya.

***
Ia duduk di sebuah batu besar di pinggir sungai. Dicelupkannnya kaki yang selama ini mengantarkannya ke banyak tempat tanpa alas kaki, sesekali ia ayunkan kakinya menciptakan riak-riak kecil . Riak-riak yang tak sebanding dengan riak-riak yang telah menimpa hidup dahlan selama ini.


Sumber
DAHLAN FEVER

Sebuah mobil mercy melaju di keheningan pagi yang dingin tanpa auman sirene. Seorang pria paruh baya tampak sedang menyetir dengan wajah yang ceria, tak ada tanda sama sekali kalau ia baru saja “mengamuk” di pintu tol karena beberapa pintu masih belum beroperasi hingga antrian mobil menjadi cukup panjang. Tak ada tanda bahwa ia adalah  seorang menteri yang mengurusi perusahaan-perusahaan milik Negara. Tak ada tanda pula bahwa ia pernah menjadi seorang anak miskin yang setiap hari harus pergi ke sekolah berjalan kaki tanpa alas kaki.

Kisah di atas sama sekali bukan cuplikan dari novel Sepatu Dahlan yang sedang neghits dan berhasil memukaua saya sebagai pembaca. Memang ada “inti” yang sama di dalamnya, tapi saya menocba menyajikannya berbeda.

Kalau beberapa tahun lalu Indonesia dihebohkan dengan Bieber fever, lalu akhir-akhir ini ada Korean fever, sepertinya saat ini saya sedang mengalami gejala Dahlan Fever. Bagaimana tidak, membaca perjalanan hidupnya saya bahkan mulai berpikir bahwa ia adalah salah satu sahabat rasul yang dikirim ke masa kini dengan bantuan mesin waktu. Kisah-kisah Dahlan mengingatkan saya pada Umar bin abdul Aziz. Seorang yang pernah menjabat sebagai Khalifah pada Dinasty Bani Abbasiyah, sebuah Dinasty yang pernah menaklukkan timur dan barat.  Pernah suatu ketika istri Umar bin abdul Aziz menyajikan roti untuk Umar. Mengetahui roti itu dibuat dari hasil menabung 0,5 dirham dari gajinya yang 2,5 dirham beliau kemudian memerintahkan kepada bendahara Negara  agar menurunkan gajinya menjadi 2 dirham dan berjanji akan membayar roti yang ia makan ke Negara dengan usahanya sendiri. Beliau tak ingin makan dari uang rakyat sedang rakyatnya masih banyak yang kelaparan.

Dahlan Iskan memang bukan Umar bin Abdul Aziz, perusahaan medianya cukup besar sehingga ia tak perlu suah untuk hidup. Ia memang tak pernah meminta agar gajinya diturunkan, karena ia sama sekali tak menerima gaji dari jabatanya. Ia digaji, tapi tidak mengambilnya lebih tepatnya. Itu yang membuat saya terkagum-kagum padanya.

Sangat sulit untuk menemukan manusia yang mempunya jiwa seperti Dahlan. Pendidikan keislaman yang dikenyamnay sama sekali bukan faktor utama pembentuk kepribadiannya, karena tokh banyak pula mereka yang terdidik di pesantren kemudian tidak tahan oleh godaan materi dunia.

SEPATU DAHLAN

Beberapa hari yang lalu saya sempatkan diri mampir ke Gramedia Pontianak untuk membeli Novel Sepatu Dahlan. Saat itu saya hanya punya seratus ribu di dompet, sisa uang untuk bulan Juni. Seyelah berpikir dengan tidak jernih akhirnya saya tetap memaksakan tetap mebli novel ini tanpa memikirkan apa yang hendak saya makan untuk beberapa minggu ke depan.

Novel Sepatu Dahlan yang merupakan bagian pertama dari Trilogi Novel inspirasi Dahlan Iskan ini mengisahkan kehidupan Dahlan Iskan saat remaja. Sedari kecil kedua orang tuanya selalu menekankan bahwa hidup miskin bukan berarti harus meminta-minta untuk dikasihani melainkan harus dihadapi dengan bekerjadan berusaha.

Kehidupan mendidik Dahlan kecil dengan keras. Perih karena rasa lapar tak jarang harus dialaminya, sampai-sampai ia dan adiknya harus melilitkan sarung di perutnya untuk menahan perih lambungnya karena lapar. Meskipun  hidup dalam kekurangan keluarganya tetap mengutamakan pendidikan bagi anak-anaknya. Walau tak memiliki sepatu  Dahlan rela berjalan kaki puluhan kilometer untuk bersekolah tanpa alas kaki. Perih karena lecet pada kakinya yang tak bersepatu tak membuatnya malas bersekolah. Alih-alih malas ia menyimpan dua impian besar di masa kecilnya yaitu memiliki sepatu dan sepeda.

Impian itu terus membayangi kehidupan masa kecil hingga remajanya, ia terus berusaha mengejar impiannya. Walau kehidupannya semakin sulit ditambah kesedihannya ditinggal oleh orang-orang yang disayanginya mimpinya memiliki sepatu dan sepeda tak pernah hilang hingga akhirnya ketika Dahlan telah berhasil meraih mimpinya itu ia sadar bahwa ada mimpi lain yang harus ia raih, mimpi besar untuk melawan kemiskinan yang mendera keluargaya yang harus diikhiarkannya dengan bekerja kerjas.

MANAJEMEN DAHLAN

Sebagai seorang pemimpin nampaknya dahlan Iskan tak dapat lagi diragukan. Keberhasilannya memimpin Jawa Post merupakan salah satu bukti yang tidak dapat kita pungkiri. Begitupula keberhasilannya dalam memipin PLN walaupun untuk waktu yang singkat. Kini, dengan jabatannya sebagai menteri BUMN, kemampuan memanajemen beliau sebagai seorang pemimpin benar-benar terlihat kualitasnya. Untuk yang rajin membaca Jawa Post ataupun membuka dahlaniskan.wordpress.com .

Kemampuan beliau dalam memimpin saya kira ada kaitannya dengan kegiatan ia mengembalakan domba saat masih kecil. Bukankah Nabi Musa dulu juga pengembala, bukankah Nabi Isa (Yesus) dulunya pengembala, dan bukankah Nabi Muhammad di masa kecilnya juga pengembala.

Saya pernah punya satu kambing dan untuk mengembalakannya begitu sulit bagi saya, saya sama sekali tidak membayangkan bila harus mengembalakannya 20 kambing seperti dahlan kecil, atau bahkan ratusan kambing seperti Rasul.

Mengembala itu perlu ketelatenan dan kesabaran. Sifat-sifat inilah yang kemudian bermanfaat saat menjadi pemimpi n.

KESIMPULAN

“ pergilah ke sekolah tanpa sepatu dan jadilah pengembala domba, maka nanti kalau sudah besar kamu akan menjadi menteri BUMN”.

Abaikan kesimpulan saya barusan, saya akan mengakhiri posting ini dengan sebuah kalimat dari Dahlan 
Iskan yang cukup menggugah.

BILA MISKIN, JADILAH MISKIN YANG BERMANFAAT. BILA KAYA JADILAH  KAYA YANG BERMANFAAT

8 Komendang:

Unknown BALAS MON!!! mengatakan...

Belum pernah tuh baca bukunya. Emang inspiratif yah Pak Dahlan Iskan ini pernah nonton di acara Kick Andy waktu itu :)

Basith Kuncoro Adji BALAS MON!!! mengatakan...

Aku juga kagum dengan beliau. Beberapa kali juga cari informasi ttgnya, dan terakhir dia tampil sebagai bintang tamu di Kick Andy. :D

Unknown BALAS MON!!! mengatakan...

mau promosi buku :D

bukunya Tere Liye- kau, aku, dan sepucuk angpau merah latar belakang ceritanya di pontianak lho bang *FYI*

Unknown BALAS MON!!! mengatakan...

semoga Dahlan Iskan jadi presiden Indonesia 2012 :D

Euginiapollonianchilialexandra BALAS MON!!! mengatakan...

memang kisah hidup beliau sangat membuat saya bangga akan Indonesia, ternyata masih ada menteri yang "beres"

Pak Dahlan juga telah menyadarkan saya bahwa ternyata penderitaan yang kadang saya rasakan tidak sebanding dengan beliau pada waktu kecil.

tulisan yang bagus! gak bosen juga bacanya:) keep posting yaa!

brilianidhp.com BALAS MON!!! mengatakan...

mungkin Dahlan Iskan adalah pembuka Indonesia ke yang lebih baik :))

Cecegaresek BALAS MON!!! mengatakan...

semoga ada Dahlan Iskan yang lainnya di bangsa kita ini, dan mengangkat bangsa kita dari keterpurukan yang tak berujung seperti sekarang...
semoga Dahlan Iskan menjadi pemimpin kita kelak atau Dahlan Iskan yang lain.

Nice post. :)
Gogreen! :D

Debrina Intani BALAS MON!!! mengatakan...

Pak Dahlan emang keren, bisnis surat kabarnya emang berkembang pesat. Bangga juga sih kalo pusatnya ada di Surabaya.
Banyak yang bisa dipetik dan dijadikan contoh hidup dari kisah Pak Dahlan.

Btw, headermu keren banget mon
dan typo-nya harap dikarantina