Selamat pagi putri, maafkan aku yang melewatkan sarapan pagi
buatanmu. Kau tahu, di Jakarta, harimu dimulai saat shubuh. Tidak bergegas
berarti tertinggal.pagimu mungkin tak dibuat lagi dari secangkir kopidan obrlan
hangat di teras rumah. Itu yang kublang padamubeberapa tahun lalu. Kamu tidak
bergeming dan mukamu penuh tanda tana. Mempertanyakan mengapa remeh temeh “pagi
hari” ini begitu penting. Kulanjutkan, pagimu adalah derap langkah dan satu
gengam semangat. Kamu bisa simpan di tanganmu atau di tas punggungmu. Genggam
semangatku adalah siluetmu menunggu di depan pintu rumah. Tidak hanya
kugantungkan 5 cm di depanku, tapi kususupkan di setiap pikiran menyerah atau
lelah mendera. Sampai ketemu di maghrib, atau malam nanti. Kopiku, seperti
biasa, tanpa gula. Kamu tahukan?
Aku tahu, betapa kepergianmu di shubuh hari adalah untuk diriku.aku tahu bahwa secangkir kopi yang tak sempat kau teguk sangat ingin kau nikmati sambil mengobrol bersamaku. Aku juga tahu bahwa sebelum pergi kau sempat mengoleskan selai coklat pada roti untuk kau suapkan padaku. Ah, aku tahu kau tak ingin semua ini terjadi.
Setiap kau melangkah, aku selalu meyakini bahwa kau tak pernah meninggalkanku sendiri. ada cintamu yang menemaniku, ada semangat yang aku kirim bersama derap sepatu yang ku semir pagi-pagi sekali.
di kala senja, di kala langit menjingga. aku duduk di beranda, menunggu derap langkahmu yang tegap. bila suara itu terdengar kepalaku akan terdongak dan melihatmu datang dengan senyuman hangat. walau kutahu hari-harimu tak selalu hangat.
Kusajikan padamu, kopi seperti yang kau pesan. seperti biasa tanpa gula.
Bahkan yang pahitpun akan tetap manis bila kita teguk bersama. mari meneguk kopi dari cangkir kehidupan.
0 Komendang:
Posting Komentar