Dorrrr!!!!!!!!! (Source) |
"Bersembunyilah di sini nak!!! Ayah akan keluar, jaga baik-baik ibumu!" Ayah memegang kedua pundakku lalu menepuknya. Di luar teriakan demi teriakan sahut menyahut.
"Ayah mau kemana?," Tanyaku pada ibuku. Ibu memelukku erat sekali.
"Ayahmu berjuang nak!," Jawabnya singkat. Tampak sekali ia juga sedang ketakutan.
"Tenanglah, ibu akan menjagamu!," Sambungnyalagi, aku menangis.
"Tidak, ayah meminta aku menjaga ibu. aku yang akan menjaga ibu," Aku masih terus menangis. Dari lobang di dinding aku melihat di luar semakin ramai, api berkobar. Rumah yang berjaran dua rumah dari rumahku telah terbakar. Ibu memelukku semakin erat.
"Tok...Tok...Tok..." Pintu diketuk keras sekali. Ibu melepas pelukannya. Buru-buru ia membuka pintu. Aku sembunyi di bawah meja.
"Lari!!! kalian harus lari!!!," Teriak Ayah sambil menahan rasa sakit. Sebuah peluru bersarang di dadanya. Ibuku menangis histeris. Aku masih mematung di bawah meja.
"Pergilah!!!, tidak ada harapan bagi kita untuk menang," ayah mendorong ibuku untuk pergi, ia semakin lemah. Tak lama kemudian ia terduduk bersandar pada lemari di dekat pintu. Wajahnya pucat. Ibu masih menangis, ia tak tahu harus berbuat apa.
"Pergilah!!," Ujar ayah lirih, ditariknya nafas dalam-dalam lalu terkulai layu. Ibu tambah histeris. Aku mematung di bawah meja.
"Ini dia orangnya, dia sudah mati" Seorang berseragam berdiri di depan pintu menunjuk mayat ayah. Beberapa lagi menyusulnya. Ibu berlari menyambarku, aku dipeluknya erat.
"Satu lagi teroris mati bung!!," Salah satu dari mereka tersenyum kepada yang lain.
"Kita menang, Bonus lagi buat kita," Tambahnya lagi. aku geram, mereka telah membunuh ayahku. Aku berontak melepaskan diri dari ibuku. Ia terus merengkuhku, namun aku tak mau kalah. Segenap tenaga kukerahkan, aku bebas. Aku berdiri beberapa langkah di depan ibuku. Entah kenapa, ibuku hanya diam.
"Ibu, menyerahlah!! ikutlah bersama kami! nyawa ibu dan anak ibu akan selamat," Salah satu dari tiga pria berseragam itu mendekat. Ibu mundur beberapa langkah, aku maju beberapa langkah.
"Ibu tidak mau kan, mati bersama suami ibu yang keparat ini?," ujarnya lagi.
"Berhenti mengatakan ayahku keparat!!," Sergahku.
"Wah, kamu masih kecil udah mewarisi bakat memberontak ayahmu ya? sini sama om! om akan didik kamu biar tidak menjadi teroris seperti ayahmu,"
"Ayahku bukan teroris!!,"Sergahku lagi. Aku berlari ke arahnya menubrukuan diri ke selangkangannya. Dia meringis. Ibuku menyambar tombak yang terpajang di dinding. Belum sempat ia mengarahkan tombaknya,...
"Dorrr" Sebuah peluru menembus dadanya. Ia tumbang. Namun aku tidak menangis.
"Kamu anak hebat!!!," bisik pria itu ke telingaku.
20 Tahun kemudian
Aku bergegas, ini masih dini hari.
"Oni!! ayo cepat!! Jangan sampai komandan marah lagi hari ini," Sare mengingatkanku. Dengan tergesa gesa kukenakan seragamku. Kali ini bukan tugas yang ringan, kami akan menyergap sarang teroris di pinggiran kota.
6 Komendang:
hehehe...anak teroris yang bisa jadi pembela negara, tu 20 tahun di cuci otak gmana ya...
dedek..ini dibikin cerbung aja..biar seru bacanya..
walaupun dikit, tapi sangat menarik bagi saya :)
belajar menulis terus kawan, semoga bisa jadi penulis yang professional gitu.. hehe...
Sebetulnya ada banyak yang mau Gue komentarin soal kepenulisan cerpen... Tapi kalo niat dikau nulis ini cuma sekedar iseng, Gue ngga bakal ngomong apa-apa... :)
keren bgt,ayoo dong dibuat ceritanya...
wow
Posting Komentar