Minggu, 19 Februari 2012

Potongan Kisah Dari Novel Belum Berjudul


*) Cerita ini adalah satu bab dari novel yang udah di tulis sejak dua tahun lalu namun tidak jua selesai. 
Sumber Gambar

Hidup tak pernah dapat kau tebak, kau takkan pernah tahu rencana tuhan untukmu hari ini. seperti aku, aku juga tak menyangka Shafa akan menemuiku hari ini. Awalnya Mia memintaku menunggunya di sini. Di sebuah warung tua yang sudah tak ditempati. Aku sebenarnya bingung, apa yang akan dilakukannya di tempat seperti ini. tapi menurutku itu urusan nanti. Yang penting aku datang dan menepati janji.

Pukul 08:30, aku masih sendiri. Belum ada tanda-tanda kehadiran Mia, aku gelisah. Mondar-mandir aku berkali-kali, aku semakin gelisah. 


Aku tercekat menahan nafas, dan shafa tersenyum.
“Oh tuhan!, betapa anggun makhlukmu yang satu ini.” Bisikku lirih. Kemudian aku terdiam, seluruh rangka tubuhku kaku bagai rangka Pithecantropus Erectus yang telah ratusan juta  tahun membatu. Nafasku turun naik, dadaku sesak dibuatnya. Ia masih tersenyum, hanya saja sepasang bola matanya tampak seakan memohon aku menghadirkan sepotong kata. Sayangnya nyali ini telah lumpuh.

“Ini benar-benar shafa kan?,” aku masih tak percaya, ia hanya membalas dengan senyum, seakan hendak memamerkan lesung pipit yang dalam di pipi kirinya yang begitu indah, sungguh sangat indah. Sejujurnya aku belum pernah menghadapi level keanggunan yang setinggi ini.  Akibatnya aku merasa semakin kecil di sini. Bertemu denggannya malah membuat aku merasa sangat tak pantas mencintainya. Aku merasa bagaimanapun juga ia akan senantiasa menjadi milik orang lain. Dan aku, aku hanya akan menjadi salah satu pengisi data, alamat, tempat dan tanggal lahir, serta hoby dan cita-cita pada buku diarynya yang kurasa sepekan lagi juga akan ia lupakan. Kulihat Mia terdiam seperti sedang menikmati sebuah adegan sinetron. Persis ibu-ibu yang jadwal tiap malamnya adalah menonton sinetron dari pukul tujuh sampai pukul sembilan malam. Ekspresinya campur aduk, heran, penasaran, tidak sabar dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Adegan masih berlanjut.

“Hei!, mengapa diam?” sepertinya Shafa tak tahan hanya mengumbar senyum.
“Kemarin lewat surat kukatakan aku jatuh cinta padamu, jadi bukankah kamu tahu aku sangat membutuhkan cintamu. Hari ini tiba-tiba kau hadir dan membuatku terpana. Siapkah kamu bertanggung jawab mengembalikan kewarasanku?” itulah sebenarnya kata-kata yang hendak ku ucap, sayangnya lagi-lagi lidahku kelu dibuatnya.

“Apakah benar-benar ini adalah seorang Amin? Seorang yang kemarin menyatakan cinta dengan sepucuk surat dan memintaku jadi kekasihnya. Kenekadanmu membuat aku terkagum-kagum  dan hari ini, setelah aku bertemu denganmu tak dinyana kamu itu tak lebih dari hanya seorang bocah ingusan pengecut. Berani di belakang, takut di depan.” Ia sengaja menggunakan kata bocah ingusan untuk memancingku. Aku hanya tersenyum.

“Benar Shafa! Sungguh benar apa yang engkau katakan, tapi apakah kau sangka aku senang dengan kepengecutanku ini, tidak shafa! Tidak sama sekali. Aku sangat ingin berubah, karena itulah aku belajar mengenalmu karena aku tahu kau mampu untuk itu. Aku tahu dan aku percaya Shafa!” hatiku memekik.

“Ada apa? kamu malu mengakui semua yang kukatakan?,”. aku yakin ia tidak pandai membaca pikiranku.
“Bukan begitu Shafa, aku hanya belum siap. Aku sungguh tak menyangka kamu ada di sini saat ini, tak kusangka Mia telah menipuku!”
“Jadi kamu tidak senang aku ada di sini, hingga kamu menyalahkan Mia sebegitunya. Kalau memang begitu lebih baik aku pergi,”
“Eits, kamu itu terlalu sensitif . aku hanya merasa belum siap bertemu denganmu,”
“Lalu apa maksudnya, Min?” shafa mendesak.
“Aku belum siap jika harus menemuimu hari ini, dengan keadaanku seperti ini aku takut engkau akan menyesal. Engkau menyesal mengenal seorang sepertiku. Dapat kau lihat, tidak ada yang istimewa padaku,”
“Tidak, kau begitu istimewa. Bagiku engkau hebat, Aku suka dengan keberanianmu,”.
”Keberanianmu?,”
”Ya!! Keberanianmu menyatakan cinta padahal kita belum pernah berjumpa sebelumnya,”
”Itu karena aku takut ditolak seandainya aku menyatakan cinta itu setelah kita bertemu,”
”Kau bohong!!! Aku tahu bukan itu alasanmu,”
”Lalu apa menurutmu?,”

”Engkau mencintaiku bukan karena fiskikku, cintamu itu murni karena sifat-sifat yang kau kenal dariku,”. Akh jawaban yang begitu cerdas ini semakin memukaukan diriku. Itulah sebenarnya alasan yang tercantum di hatiku. Bak peramal dengan tepat ia menebak isi hatiku. Sekali lagi ia menciptakan keajaiban. 

Begitulah selanjutnya kata demi kata meluncur. Semakin lama aku merasa perlahan ada seseorang yang membongkar kesendirianku, dengan kata-kata demi kata yang ia lesatkan aku merasa Shafa telah membawa lari hatiku semakin jauh.  .
“Jadi, bagaimana dengan hubungan kita selanjutnya?,” kutatap wajahnya dalam.

“Maaf !!! aku masih butuh waktu. Aku merasa semua ini terlalu cepat. Kita butuh tahu satu sama lain lebih dalam, bukan hanya sekedar sedalam kulit. Maaf ya, aku belum bisa. Aku takut jika terlalu cepat aku atau kamu akan kecewa,” jawabnya lirih.

“Ya sudahlah, aku mengerti,”.

“Baguslah kalau begitu, kau tunggu saja! aku pasti akan memberikan jawaban yang terbaik,” ia tersenyum. Dan senyumnya yang begitu indah itu membuat jantungku semakin berdegub kencang.



Siang itu
Kau hadir
Tersenyum
Indah sekali
Aku gila
Jatuh cinta padamu
Aku tak kuasa tuk berpaling

3 Komendang:

- BALAS MON!!! mengatakan...

wah. cewek yang belum pernah ketemu?
hmmm
moga dikasih jawaban yang terbaek deh. :)

Sanchia Surya Janita BALAS MON!!! mengatakan...

"Engkau mencintaiku bukan karena fiskikku, cintamu itu murni karena sifat-sifat yang kau kenal dariku,”.

aku suka kalimat ini, mantap! :D

Endah SL BALAS MON!!! mengatakan...

wuih kakak bikin novel juga?? moga cepet kelar ye novelnya biar bisa aku konsumsi huaaa :D
cie yang ngerasa jatuh cintong wkwk
moga ketemu dan beneran ada ya sosok shafanya amin :)